Kelu

embun-3

Ada banyak berita dan kisah, tak satu pun bis a menggerakkan jemariku untuk menyusuri tiap jengkal papan ketik. Aku seperti kelu. Menghadapi desiran kata, suara dan gambar lidahku terasa kelu. tak mampu menyusun satu pun kata-kata.

Karena itu, aku ingin memulainya dengan menceritakan bahwa aku sedang kelu. lidahku kaku. Tak lagi mampu berkata-kata.

Aku tidak pernah membayangkan aku pernah kelu. bahkan seringkali tidak percaya dengan orang yang mengatakan tak mampu lagi memproduksi kata-kata. Saat orang mengatakan itu, aku merasa ada jejalan kisah dan cerita yang mengantri menunnggu diberik kata dan suara.

Memang, sudah banyak kisah kutulis, berita kukabarakan, tetapi rasanya belum ada yang kuambl dari ceruk di dalam hatiku.

Tidak ada kisah yang bisa aku paparkan dan kemudian bisa kutunjuk bahwa cerita itu mengendap lama dalam lekuk sanubari dan telah menunggu untuk diberika wujud dengan kata-kata.

Aku sedih berada dalam tanah padas ini. Memang lebih sering aku menganggapnya jeda. Tapi ketika kutunggu jeda ini bisa berlalu sendiri, aku jadi tidak sabar karena dia tetap ngendon. lampu itu tidak segera berubah jadi hijau. jengah aku berada di antaranya.

Kucoba taktik lama, dulu biasanya berhasil untuk memancing. Dengan memulai menceritakan bahwa lidahku sedang kelu. Rasanya menceritakan kekeluan bias membuat kebekuan sedikit demi sedikit melumer. Menjadi air yang menyegarkan.

Hesti

Aku semakin tahu kematian itu serupa teman seperjalanan yang selalu kita bentak-bentak untuk pergi menjauh. Padahal dia adalah kawan paling setia yang mendampingi kita seumur hidup. Entah suka atau tidak dia akan tetap ada. Meski dia dibentak-bentak tapi selalu saja tersenyum.

Kawanku, Hesti namanya yang sudah lama tidak bertemu, kembali datang dalam sebuah pesan singkat yang mencantumkan namanya. Isinya Hesti sedang sekarat karena kecelakaan.  Akhirnya meninggal sekitar 50 an hari yang lalu.

Aku merasa dan semakin yakin, setiap orang itu tidak pernah bisa digantikan dengan apapun perannya.  Seremeh apapun peran itu. Keberadaannya itu yang tak pernah tergantikan.

Kematian jadi pintu.

Dan kutak tahu apakah aku masuk atau justru keluar bila saatnya melewati pintu itu.

Tribute to Hesti

yang katanya sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya